Yogyakarta, 8 Mei 2025 — Tidak hanya menjadi ajang silaturahmi dan apresiasi seni, kegiatan Syawalan Seni Program Studi Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa (PSPSR) UGM juga memperlihatkan eratnya hubungan antara dosen dan mahasiswa yang terjalin dengan hangat dan penuh rasa kekeluargaan. Dalam suasana nonformal namun sarat makna, pertemuan ini menghidupkan kembali semangat komunitas akademik yang tidak hanya dibangun atas dasar kewajiban belajar, tetapi juga atas rasa saling menghormati dan menginspirasi.
Sejak awal acara, tampak suasana akrab antara para dosen dan alumni yang hadir. Tidak ada sekat antara pengajar dan pembelajar—yang ada hanyalah perjumpaan manusiawi antar individu yang pernah tumbuh bersama dalam ruang ilmu dan seni. Canda tawa, tepuk tangan, hingga percakapan santai penuh nostalgia menandai bahwa hubungan yang pernah terjalin di ruang kelas kini menjelma menjadi relasi yang lebih dalam: hubungan antar rekan, sahabat, dan keluarga intelektual.
Dr. Raden Rara Paramitha Dyah Fitriasari dan Dr. Aris Setiawan, dua dosen yang turut hadir sebagai pembicara, bukan hanya memberikan paparan inspiratif, tetapi juga berinteraksi hangat dengan para alumni—mengingat nama-nama, mengenang momen-momen kuliah, hingga berbagi cerita pribadi yang menggugah.
Bagi para alumni, kehadiran dosen-dosen ini menjadi simbol penting: bahwa mereka tidak pernah benar-benar meninggalkan kampus, karena relasi yang terbangun tidak berakhir di ujian akhir semester, tetapi terus hidup dalam perjalanan hidup masing-masing. “Saya merasa seperti pulang ke rumah,” ujar salah satu alumni dengan mata berbinar. “Dosen-dosen kami bukan hanya guru, mereka adalah bagian dari perjalanan kami menjadi manusia.”
Pesan mendalam dari kegiatan ini menggarisbawahi pentingnya membangun komunitas akademik yang tidak hanya mengejar capaian keilmuan, tetapi juga menumbuhkan nilai-nilai kemanusiaan—empati, saling percaya, dan dukungan jangka panjang. Dalam dunia yang kian cepat dan kompetitif, ruang-ruang seperti Syawalan Seni menjadi pengingat bahwa pendidikan sejati terjadi ketika pengajar dan pembelajar dapat saling belajar, saling menguatkan, dan tetap terhubung melampaui struktur formal pendidikan.
Hubungan dosen dan mahasiswa yang terjalin erat seperti ini adalah fondasi bagi terbentuknya ekosistem akademik yang sehat dan berkelanjutan. Ketika ilmu dan kasih tumbuh berdampingan, maka lahirlah generasi intelektual yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga matang secara emosional dan sosial.
Penulis: Burhanul Aqil



