Yogyakarta, 22 Mei 2025 — “Apakah UGM telah mencapai misinya?” Pertanyaan itu dilontarkan oleh Prof. H. Ahmad Muttaqin, S.Ag., M.Ag., M.A., Ph.D., saat sesi diskusi pada hari pertama visitasi akreditasi internasional FIBAA di Sekolah Pascasarjana UGM. Program studi yang sedang dalam proses visitasi ini adalah Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS) dan Inter-Religious Studies (IRS), dua program studi yang sejak awal mengedepankan pendekatan kolaboratif lintas budaya dan lintas agama dalam dunia pendidikan tinggi.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Prof. Dr. Wening Udasmoro, S.S., M.Hum., DEA., menjawab dengan nada tenang namun bernuansa kuat: “Kami tentunya masih dalam proses untuk terus melaksanakan program yang berkelanjutan, selalu berproses.”. Pernyataan itu seakan menegaskan bahwa komitmen internasionalisasi di UGM bukan ditandai oleh pencapaian instan atau selebrasi administratif, tetapi oleh kesiapan untuk terus belajar, terbuka terhadap evaluasi, dan konsisten dalam perbaikan.
Hari pertama visitasi FIBAA, yang berlangsung secara online pada Selasa 20 Mei 2025. Agenda ini secara khusus difokuskan pada pertemuan antara tim asesor FIBAA dengan para pemangku kebijakan program studi dan fakultas. Agenda dibuka secara resmi dengan seremoni pembukaan yang juga dihadiri oleh perwakilan pimpinan universitas. Namun setelahnya, seluruh sesi diarahkan untuk mendalami aspek manajerial dan strategi kelembagaan kedua program studi tersebut.
Diskusi berlangsung dalam suasana terbuka dan konstruktif. Tim asesor mengeksplorasi bagaimana CRCS dan IRS merancang kurikulum, mengelola sumber daya manusia, menjamin keberlanjutan mutu, serta membangun jejaring kerja sama dalam dan luar negeri. Di sisi lain, pengelola prodi menjelaskan bagaimana program studi mereka dikembangkan secara kontekstual untuk menjawab tantangan global yang kompleks dalam isu-isu keberagaman, identitas budaya, dan kehidupan antar agama.
CRCS dan IRS sejak awal berdiri mengusung pendekatan interdisipliner yang unik di UGM, bahkan di Indonesia. Keduanya memposisikan diri sebagai ruang akademik yang memfasilitasi studi kritis mengenai agama dan budaya dalam masyarakat global. Hal ini tercermin dari struktur kurikulum yang mengintegrasikan berbagai perspektif lokal dan global, serta kerja sama erat dengan mitra institusi akademik di luar negeri.
Berbeda dari proses akreditasi yang bersifat administratif, visitasi FIBAA hari pertama ini memperlihatkan bahwa CRCS dan IRS memilih untuk membuka ruang dialog terbuka, tidak hanya untuk memenuhi standar, tetapi juga untuk menguji konsistensi arah dan integritas kelembagaan.
Penilaian FIBAA ini juga menjadi momentum strategis bagi kedua program studi untuk memperkuat kerjasama kelembagaan di tingkat internasional, khususnya dalam isu-isu yang menuntut pendekatan lintas batas, baik batas geografis maupun batas identitas budaya dan agama. Dengan tetap berpijak pada nilai inklusivitas, keilmuan yang reflektif, dan keberlanjutan akademik. CRCS dan IRS berupaya menjadi simpul keilmuan yang tidak hanya relevan bagi Indonesia, tetapi juga bagi dunia yang terus berubah. Seperti yang diungkapkan Prof. Wening di awal sesi: “Kami masih dalam proses.”
Penulis: Burhanul Aqil






