
Pada Rabu (21/05), Program Studi Agama dan Lintas Budaya atau Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS), Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, kembali menyelenggarakan Wednesday Forum yang kali ini mengangkat topik “Between The Mountain and The Sea”. Forum ini menghadirkan Arahmaiani, seorang seniman, aktivis, penyair, dan penulis ternama asal Indonesia, sebagai pembicara utama.
Dalam forum yang berlangsung di Ruang Kelas 307, Lantai 3, Gedung Sekolah Pascasarjana UGM ini, Arahmaiani menyampaikan refleksi kritis mengenai posisi manusia dalam lanskap ekologis. Ia menekankan bahwa manusia bukan satu-satunya makhluk yang hidup di antara gunung dan laut, namun sering kali menjadi satu-satunya yang merusak dan mengeksploitasi ruang tersebut.
“Bukan semua manusia, tetapi selalu manusia,” ujar Arahmaiani, mengajak peserta untuk merenungkan ulang relasi manusia dengan alam serta bagaimana perubahan yang terjadi di antara gunung dan laut dapat menjadi cerminan dinamika relasi antara manusia dan non-manusia.
Mengusung pendekatan interdisipliner dalam praktik seninya, Arahmaiani menggabungkan seni dengan berbagai disiplin ilmu untuk merespons isu-isu kontemporer seperti gender, politik, budaya, dan lingkungan. Ia juga menjelaskan bagaimana filosofi kuno tentang keseimbangan energi feminin dan maskulin yang ditemukan dalam animisme, Hinduisme, dan Buddhisme dapat ditafsirkan ulang dalam konteks saat ini.
“Saya tidak membatasi praktik saya pada subjektivitas pribadi. Saya membuka diri untuk berinteraksi dengan komunitas agar dapat bersama-sama merespons berbagai tantangan zaman,” ujarnya. Sejak 2006, ia menjalankan proyek seni berbasis komunitas jangka panjang bertajuk Fall Project, serta aktif bekerja dengan komunitas di Indonesia dan luar negeri. Sejak 2010, Arahmaiani juga aktif di Dataran Tinggi Tibet, mengangkat isu lingkungan sambil menghubungkannya dengan warisan budaya leluhur Nusantara yang terlupakan.
Forum ini tidak hanya menawarkan ruang dialog akademik, tetapi juga mengundang partisipasi publik secara terbuka. Dihadiri oleh mahasiswa, peneliti, seniman, dan masyarakat umum, forum ini menjadi ruang reflektif dan kolaboratif untuk membicarakan masa depan bersama antara manusia dan alam.
Acara berlangsung dalam suasana santai dan inklusif, dilengkapi dengan camilan dan minuman yang ramah lingkungan, di mana peserta diimbau untuk membawa tumbler masing-masing.
Penulis: Asti Rahmaningrum