Direktur Jenderal Kebudayaan (Ditjenbud), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Hilmar Farid, Ph.D., menyampaikan kuliah umum kepada ratusan mahasiswa baru (maba) Sekolah Pascasarjana (SPs), Universitas Gadjah Mada (UGM) tentang masa depan administrasi dan kebijakan bidang kebudayaan dalam kegiatan Penyambutan Mahasiswa Baru TA 2023/2024 Semester Genap dan TA 2024/2025 Semester Gasal yang berlangsung pada Kamis (19/09) di Ruang Auditorium Lantai 5, Gedung Sekolah Pascasarjana UGM.
Berbicara kebudayaan tidak hanya mencakup pertunjukkan estetika seperti tari tetapi berbagai aspek dalam kehidupan kita. Dalam orasinya, Hilmar Farid mengungkapkan adanya perubahan signifikan dalam administrasi negara yang berpengaruh di bidang kebudayaan, termasuk otonomi daerah yang mengakibatkan pelimpahan wewenang kebudayaan dari pemerintah pusat ke daerah; perubahan dalam pelayanan publik yang berbasis hasil; dan perampingan birokrasi yang memungkinkan jabatan strategis pemerintahan bisa diisi oleh selain aparatur sipil negara.
“Reformasi birokrasi ini terjadi karena adanya birokrasi Weberian yang berfokus pada hirarki, birokrasi ini kurang cocok diimplementasikan pada bidang kebudayaan yang menuntut inovasi. Saat ini tidak sepenuhnya sistem hirarki dihapus, hirarki tetap ada tetapi dikombinasi dengan pendekatan new public management yang berbasis hasil dan new public service yang menekankan partisipasi publik”, ujarnya.
Bahasan lain yang tak kalah penting untuk didiskusikan adalah mengenai pembentukan BLU (Badan Layanan Umum) Museum dan Cagar Budaya. Kebijakan ini membuat seluruh aset museum dan cagar budaya dikelola dalam satu atap sehingga terdapat standar layanan yang sama. “Penerapan BLU memiliki resiko komersialisasi layanan publik yang mengutamakan pendapatan, dalam hal ini peran kepemimpinan sangat penting”, ujarnya.
Sementara itu pada kebijakan kebudayaan, terjadi perdebatan terbitnya Undang-Undang No. 5 Tahun 2017 yang dianggap mengatur dan membatasi kebudayaan. Menurut Hilmar Farid, kebijakan ini sudah tidak lagi membahas definisi kebudayaan tetapi memberi bentuk terhadap obyek kebudayaan yang amorphous. Peraturan ini fokus pada tata kelola termasuk perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan obyek kebudayaan.
Pada kesempatan ini, Hilmar Farid mendapat pertanyaan-pertanyaan dari mahasiswa yang hadir. Sesi tanya jawab yang dimoderatori oleh Dr. Lono Lastoro Simatupang, M.A. belum bisa menjawab seluruh pertanyaan sehingga Hilmar Farid membuka kesempatan bagi mahasiswa untuk bergabung dalam forum diskusi melalui akun media sosial X.
Selain kuliah umum dari Ditjenbud, kegiatan penyambutan mahasiswa baru SPs UGM yang berlangsung selama dua hari (19-20 September 2024) juga menghadirkan narasumber lain termasuk Rektor UGM periode 2017-2022, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., IPU., ASEAN Eng.; Dr. Yohanes Suryanto; dan Prof. Dra. Yayi Suryo Prabandari, M.Si., Ph.D. Wakil Dekan Bidang Akademik, Kemahasiswaan dan Kerja Sama serta Wakil Dekan Bidang Keuangan, Aset, dan Sumber Daya Manusia, SPs UGM turut hadir sebagai narasumber.
Penulis: Asti Rahmaningrum