Jogja (12/6) Agar teori yang diajarkan dalam kelas mudah dipahami oleh mahasiswa, perlu adanya kuliah lapangan. Hal tersebut kemudian dilakukan oleh sebelas mahasiswa Magister Manajemen Bencana (MMB) Sekolah Pascasarjana (SPs) UGM, yang dipimpin oleh Dr. Nugroho Christanto, S.Si., M.Si, pengampu mata kuliah Monitoring Sumber Bencana dan Peringatan Dini di prodi MMB SPs UGM.
Tim ini berkunjung ke 4 tempat yaitu di EWS Banjir Lahar Kali Boyong, Sabo Dam kali Gendol, Alparis Kali Penang Bendung Silumbu dan Pusdalops BPBD Sleman, Yogyakarta pada 29 Mei 2024.
Banjir Lahar Kali Boyong, Sabo Dam Kali Gendol, Alparis Kali Penang Bendung Silumbu adalah tiga lokasi di Sleman, yang masing-masing mempunya fungsi dan ancaman berbeda pada saat terjadi erupsi Gunung Merapi ataupun curah hujan tinggi, sehingga perlu penanganan mitigasi bencana yang sesuai.
Seperti di Banjir Kali Boyong, yang merupakan salah satu anak sungai yang bermuara di Sungai Progo ini, ancaman utamanya adalah aliran lahar hujan dari material vulkanik Gunung Merapi, sehingga dibangun Early Warning System (EWS) dan Close Circuit Television (CCTV) oleh BPBD Kabupaten Sleman di Banjir Kali Boyong dan di Jembatan Pulowatu. Sistem ini terhubung ke pusat komando untuk memberikan peringatan dini kepada masyarakat.
Sama halnya dengan banjir lahar Kali Boyong, Sabo Dam Kali Gendol, yang berlokasi di Argomulyo, Cangkringan, Sleman ini juga mempunya ancaman aliran lahar dari erupsi Gunung Merapi yang melewati Kali Gendol.
Karena aktivitas yang sangat aktif ini, Pemerintah membuat proyek Sabo Dam yang berfungsi menahan kecepatan aliran lahar, debris dan sedimen, yang nantinya dapat memperlambat atau menahan volume sedimen yang dihasilkan dari erupsi Gunung Merapi tersebut. Proyek ini pertama kali dibangun tahun 1967 dan diresmikan pengoperasiannya tahun 1973.
Berbeda dengan dua tempat tadi, Kali Pelang, Bendung Silumbu yang berada di Kelurahan Sardonoharjo, Ngalik, Sleman, mempunyai ancaman peningkatan debit air sungai secara drastis akibat curah hujan tinggi, menyebabkan potensi banjir sekitar bantaran sungai.
Dengan adanya potensi ini, Dr. Nugroho Christanto, S.Si., M.Si yang sekaligus Ketua Tim mahasiswa KKL ini, berinisiatif membuat alat Alparis (Alat Pantau Air Sungai Otomatis) yang berfungsi untuk memantau debit air di Kali Pelang. Sistem kerja alat tersebut mendeteksi menggunakan sensor tekanan ketinggian air, dan mengirim informasi tersebut lewat aplikasi.
Selain itu, warga di sekitar daerah Bendung Silumbu juga membuat kolam sebagai tempat parkir air sementera guna mengontrol debit air yang masuk, serta terdapat elemen etris berupa kolam dan perumahan.
Tim juga berkunjung ke Kantor Pusdalops BPBD Sleman, yang berlokasi di Jl. Kaliurang No. 17, Pakembinangun, Pakem, Sleman, dan diterima oleh Dika, yang sehari-hari bertugas menerima laporan dan menggerakkan atau mengkoordinir pasukan yang berjumlah 59 komunitas, dan mengkonfirmasi laporan kejadian bencana yang ada di Kabupaten Sleman. Dika juga menuturkan ada 3000 relawan yang tersebar.
Kegiatan ini juga selaras dengan implementasi SDGs Nomor 4 tentang Quality Education, Nomor 13 tentang Climate Action dan Nomor 17 tentang Partnership for the goals.
Hastag: bencana, mitigasi bencana, gunung merapi, bendungan, banjir
Penulis : Arni Wistriatun