Sumber: id.pinterest.com
Komunitas Baduy Luar, yang dikenal karena kepatuhannya terhadap adat Baduy, saat ini sedang menghadapi kompleksitas modernitas sambil mempertahankan identitas budaya mereka. Komunitas yang terletak di Provinsi Banten ini memiliki keterkaitan dengan sejarah Baduy. Kini masyarakat Baduy Luar secara aktif melakukan negosiasi dan transformasi untuk mempertahankan kehidupan masyarakatnya. Dalam paradigma agama adat menunjukkan bahwa keterlibatan Baduy Luar dengan unsur-unsur modern dan transformasinya sebenarnya merupakan ekspresi dari pandangan dunia adat, bukan pengabaian terhadap tradisi.
Hal ini disampaikan oleh Iis Badriatul Munawaroh dalam Wednesday Forum yang diselenggarakan oleh Program Studi Agama dan Lintas Budaya atau Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS), Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Rabu (02/10) di Ruang 306, Gedung Sekolah Pascasarjana UGM. Forum diskusi ini terbuka untuk mahasiswa CRCS. Iis juga merupakan alumni dari CRCS yang aktif melakukan eksplorasi persinggungan antara tradisi dan modernitas.
Dalam paparannya, Iis menyampaikan bahwa transformasi di Baduy Luar mencakup berbagai dimensi kehidupan seperti ekonomi, spiritualitas, praktik kesehatan, pendidikan, teknologi, dan rutinitas sehari-hari. Perubahan tersebut berlangsung secara terus menerus dan merupakan proses adaptasi yang berkelanjutan. “Saya mengkaji transformasi Baduy Luar bukan sekadar adaptasi terhadap modernitas, melainkan wujud aktif pandangan dunia serta pengembangan komunitasnya. Pendekatan ini menekankan pentingnya pendidikan dalam membangun pemahaman terhadap keragaman budaya”, ungkap Iis.
Menurut Iis, masyarakat Baduy bercita-cita untuk menjaga keseimbangan alam dan mencerminkan keyakinan mendalam mereka akan harmoni. Dalam perjalanannya, masyarakat Baduy tetap menjunjung tinggi pikukuh karuhun yang mengatur seluruh bidang kehidupan masyarakat Baduy dan melakukan transformasi untuk menopang dan membina masyarakatnya.
Wednesday forum seri kali ini ditutup dengan pemahaman lebih dalam tentang tantangan yang dihadapi oleh komunitas adat dalam melestarikan warisan budaya mereka sambil beradaptasi dengan realitas kontemporer. Kegiatan ini juga memperkuat gagasan bahwa transformasi tidak sama dengan kehilangan, tetapi bisa menjadi jalan menuju keberadaan yang lebih harmonis dan adanya kesetaraan. “Dengan berdialog di ruang pendidikan, saya percaya dapat menjembatani pandangan dunia yang beragam”, tutup Iis.
Penulis: Asti Rahmaningrum