
Yogyakarta, 11 November 2025 —Leadership Day 2025 yang diselenggarakan oleh Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (SPs UGM) melalui program Magister dan Doktor Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan (MDKIK) bersama Keluarga Alumni Magister dan Doktor Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan (Kapimgama) menghadirkan Keynote speech kedua dengan paparan inspiratif dari Agus Dwi Handaya, Managing Director Holding Operational Danantara Indonesia, dalam keynote speech bertajuk “Transformational Leadership: Learning from Danantara Vision”. Dalam pemaparannya, Agus menyoroti pentingnya transformasi kepemimpinan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai motor perubahan yang berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.
Ia membuka sesi dengan menggarisbawahi peran strategis BUMN yang tidak hanya berperan sebagai penggerak ekonomi nasional, tetapi juga sebagai agen pembangunan sosial. “BUMN memiliki aset lebih dari sepuluh ribu triliun rupiah, dengan 1,6 juta pegawai dan jutaan masyarakat yang dilayani setiap hari. Angka ini bukan sekadar statistik, tetapi potret besar tanggung jawab untuk mensejahterakan bangsa,” ujarnya.
Namun, di balik potensi besar tersebut, Agus tak menutup mata terhadap berbagai tantangan yang masih dihadapi, mulai dari tumpang tindih kebijakan, mismanagement, hingga efisiensi yang belum optimal. Kondisi itu, menurutnya, menjadi alasan utama lahirnya Danantara Indonesia, yang digagas pemerintah sebagai babak baru transformasi BUMN menuju tata kelola yang lebih profesional dan berkelanjutan. “Danantara bukan sekadar institusi baru, tetapi representasi dari semangat perubahan. Kami hadir untuk memastikan BUMN bertransformasi secara fundamental — dari birokrasi yang kaku menjadi entitas korporasi yang dinamis dan bernilai tambah,” jelasnya.
Dalam penjelasannya, Agus menguraikan empat pilar utama transformasi BUMN, yaitu business transformation, governance transformation, service transformation, dan leadership transformation. Keempatnya menjadi fondasi bagi perbaikan sistemik yang menekankan efisiensi, transparansi, serta kepemimpinan yang visioner. “Transformasi bukan sekadar restrukturisasi bisnis, melainkan perubahan cara berpikir. BUMN harus menjadi contoh nyata bagaimana kepemimpinan yang berintegritas mampu menumbuhkan nilai sosial sekaligus nilai ekonomi,” tegasnya.
Ia kemudian menguraikan dua DNA utama pemimpin transformasional di Danantara: profesionalisme dan nasionalisme. Profesionalisme dimaknai sebagai komitmen terhadap keahlian, etika, dan akuntabilitas, sementara nasionalisme diwujudkan dalam semangat pengabdian dan amanah untuk negeri. “Kepemimpinan transformasional bukan tentang jabatan atau pencapaian pribadi, tetapi tentang pengabdian terbaik, pengorbanan terbaik, dan perubahan mendasar demi kemaslahatan bangsa,” ujarnya penuh penekanan.
Selain itu, Agus memperkenalkan prinsip 3S dan 3N yang menjadi filosofi kerja Danantara — strategic, people, business, risk (3S) serta nagih, nuntun, nata (3N) — sebagai cerminan kepemimpinan yang adaptif dan berorientasi hasil. Melalui pendekatan ini, Danantara berkomitmen menjadikan setiap insan BUMN sebagai agen perubahan yang tidak hanya unggul secara kompetensi, tetapi juga memiliki integritas dan semangat kebangsaan.
Sesi ini menjadi refleksi penting bagi para peserta Leadership Day 2025 bahwa transformasi di sektor publik dan korporasi memerlukan kepemimpinan yang tak hanya cerdas secara manajerial, tetapi juga berakar pada nilai pengabdian dan moralitas kebangsaan. Dengan semangat itu, Leadership Day kembali menegaskan bahwa kepemimpinan bukanlah sekadar tentang kekuasaan, melainkan tentang kemampuan menciptakan nilai dan menumbuhkan kepercayaan. Dari kampus UGM, narasi kepemimpinan transformasional Danantara menjadi inspirasi nyata bagi lahirnya pemimpin yang melayani dengan hati dan berpikir untuk masa depan Indonesia.
Penulis: Naufal Sabda Auliya dan Rosyida Indah Mawarni
Editor: Arfikah Istari