Jogja, (31/5) Advance Care Planning (ACP) atau perencanaan perawatan lanjutan bagi pasien, menjadi semakin penting, untuk menghindari situasi dimana pasien mendapatkan perawatan yang tidak sesuai dengan keinginan, terutama ketika pasien tidak lagi mampu membuat keputusan sendiri.
Namun, meskipun manfaat ACP sudah jelas, masih terdapat banyak tantangan dalam implementasinya. Beberapa diantaranya adalah kurangnya kesadaran dan pemahaman di kalangan masyarakat dan profesional kesehatan, hambatan budaya serta ketidakpastian hukum dan kebijakan yang mengatur pelaksanaannya.
Merespon hal tersebut, program Studi Bioetika sekolah Pascasarjana UGM mengadakan diskusi mengenai prinsip-prinsip bioetika yang berkaitan dengan ACP, serta isu-isu etika yang muncul dalam pelaksanaan ACP di berbagai konteks klinis yang dikemas dalam Bioethics Seminar Series Advance Care Planning pada Kamis, 30 Mei 2024 secara daring.
Prof. Dick Willmes MD, dari Department of Ethics, Law and Humanities, Amsterdam University Medical Center, Faculty of Medicine, University of Amsterdam, salah satu narasumber menyampaikan, tujuan dari ACP adalah untuk membantu memastikan bahwa orang menerima perawatan medis yang konsisten dengan nilai, tujuan, dan preferensi pasien selama penyakit serius dan kronis
sedangkan Prof. Dr. Cristantie Effendy, S.Kp., M.Kes, dari Departemen Keperawatan Medikal Bedah FKKMK, yang juga sebagai narasumber menyampaikan masih adanya kesalahpahaman tentang ACP dimana orang kadang beranggapan bawah ACP adalah pembicaraan tentang kematian. “Kenyataanya ACP adalah diskusi berkelanjutan tentang preferensi layanan kesehatan. Ini mendorong anda dan orang-orang terkasih untuk mendiskusikan dan memahami nilai-nilai, keyakinan dan keinginan anda.” ucapnya.
Prof. Cristantie juga menyampaikan kesalahpahaman yang kadang terjadi bahwa ACP hanya untuk orang lanjut usia dan orang sakit, padahal kenyataannya ACP adalah untuk semua orang, baik individu yang sehat, dewasa muda, profesional, dan pensiunan dianjurkan untuk berdiskusi tentang jenis layanan kesehatan yang diinginkan.
Tidak hanya itu ACP tidak untuk menghentikan pengobatan penunjang kehidupan, namun pasien dapat menunjukkan preferensi untuk menghentikan pengobatan aktif, atau menerima pengobatan lain yang sesuai secara klinis.
Prof. Cristantie menambahkan bahwa ACP bukan berarti tim medis sudah menyerah, namun justru untuk membantu tim medis memahami keinginan pasien untuk memberikan jenis perawatan dan layanan kesehatan yang sesuai dengan preferensi.
Martina Sinta Kristanti, S.Kep., Ns., MN, PhD., dari Departemen Keperawatan Dasar dan Emergensi FKKMK UGM, juga bertindak sebagai narasumber dalam acara ini.
Dengan acara ini, diharapkan ACP dapat mengurangi beban emosional dan konflik di antara anggota keluarga serta membantu profesional kesehatan dalam memberikan perawatan yang lebih terkoordinasi dan etis.
Kegiatan ini juga dapat mendukung pelaksanaan SDGs nomor 3, tentang Good health and well-being dan SDGs nomor 10 tentang Reduced Inequalities.
Penulis : Arni Wistriatun
Editor : Ana Anggraini
Keyword : ACP, Pelayanan kesehatan, good health, SDGs 3, SDGs 10, ACP, perawatan,