Ketahanan Nasional Indonesia masih kearah kurang tangguh dimana didominasi oleh permasalahan di bidang Ideologi dan Sosbud, seperti contoh Pancasila masih dipersoalkan dan sering dibenturkan dengan agama, serta kasus intoleransi, dan korupsi.
Sejak tahun 2005, Indeks Kerapuhan Indonesia sebagai negara, berada pada warna kuning (warning). Apabila tidak ada perbaikan, akan cenderung menjadi negara berwarna merah. Untuk itu, diperlukan perubahan cara pandang kolektif yang sama agar Indonesia menjadi negara yang maju dan kuat dalam mewujudkan Cita-cita Nasional menjadi negara yang Merdeka, Bersatu, berdaulat, adil dan Makmur, sebagaimana Asta Cita Presiden RI Prabowo Subianto.
Sementara untuk di DIY, berdasarkan indeks ancaman yang dirilis oleh BIN bahwa DIY berada di posisi moderat dengan tingkat tertinggi berada di aspek hankam, disusul oleh permasalahan di bidang sosbud, kemudian politik.
Hal tersebut disampaikan oleh Brigjen TNI Rachmad Pudji Susetyo, S.IP., M.Si., Kabinda DIY dalam acara Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Program Studi Doktor Ilmu Ketahanan Nasional yang bertajuk Refleksi Akhir Tahun dan Harapan Indonesia ke depan dalam Perspektif Ketahanan Nasional yang dilaksanakan secara Hybrid pada 16 Desember 2024 di Ruang Auditorium Lt. 5 Gedung SPs UGM
Dinamika di DIY didominasi oleh isu politik pasca Pemilu dan Pemilukada serentak 2024, sementara isu lain seperti pembangunan PSN dan penanganan sampah yang perlu diwaspadai pada tahun 2025, yang dapat berimplikasi pada Ketahanan Wilayah di DIY.
Intelijen Negara mengemban tugas dan amanah menyukseskan agenda nasional dan mengamankan kebijakan Pemerintah, diantaranya melalui sinergi Kementerian/Lembaga serta pelibatan partisipasi aktif dari kalangan masyarakat akademisi, khususnya mahasiswa dengan paradigma keistimewaan DIY.
Sementara itu, Ridlwan Habib, M.Si., Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden 2019-2024 dan Direktur The Indonesia Intelligence Institute, menyampaikan bahwa pada tahun 2024, Indonesia dihadapkan pada berbagai tantangan penting, termasuk isu korupsi yang mencolok di PT Timah dengan nilai mencapai 271 triliun. Selain itu, ketegangan politik antara Presiden Jokowi dan PDIP menciptakan ketidakpastian dalam stabilitas pemerintahan, yang dapat mempengaruhi kebijakan dan respons terhadap isu-isu sosial.
Di bidang keamanan, Ridlwan menyampaikan insiden peretasan Pusat Data Nasional dan gangguan listrik di Pulau Sumatera menunjukkan kerentanan infrastruktur kritis. Ancaman siber dan potensi konflik di Laut Natuna menjadi perhatian utama, di mana ketegangan regional dapat memicu ketidakstabilan lebih lanjut. Radikalisasi yang mungkin terjadi akibat runtuhnya rezim Bashar al-Assad di Suriah juga menjadi faktor yang perlu diwaspadai.
Dari perspektif ekonomi, inflasi diperkirakan akan tetap stabil di kisaran 2.3-2.5%, dengan pertumbuhan PDB yang diproyeksikan mencapai 4.96% pada tahun 2025. Kurs Rupiah diperkirakan akan berfluktuasi antara 15.600 hingga 16.900, tergantung pada dinamika ekonomi global dan kebijakan yang diambil oleh rezim yang berkuasa.
Selain itu, mobilisasi digital dan fragmentasi sosial menjadi tantangan bagi legitimasi pemerintah, di mana protes ekonomi dan ketegangan antara pemerintah dan oposisi dapat memicu kerusuhan. Dengan meningkatnya mobilitas mahasiswa dan pemuda, penting bagi pemerintah untuk merespons secara efektif untuk menjaga stabilitas sosial dan politik di Indonesia.
Sama halnya dengan kedua pembicara diatas, Ir. Laksamana Sukardi, Ekonom, Politikus, Menteri BUMN 1999-2000 dan 2001-2004, menyampaikan, Ekonomi Indonesia menunjukkan pendapatan per kapita yang rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia, dengan kategori pendapatan yang bervariasi. Pendapatan per kapita di bawah USD 1.025 dianggap rendah, sedangkan yang di atas USD 12.475 menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik.
Laksamana Sukardi menambahkan, bahwa ancaman dari luar mencakup ketergantungan pada sistem keuangan global, seperti SWIFT dan rating mata uang, serta utang luar negeri yang tinggi. Selain itu, ketahanan pangan dan energi juga menjadi masalah, mengingat ketergantungan pada impor.
Di sisi lain, ancaman dari dalam meliputi kualitas sumber daya manusia yang rendah dan kesenjangan ekonomi yang signifikan. Ideologi yang belum selesai dan intoleransi terhadap minoritas juga menjadi tantangan yang harus dihadapi.
Di Akhir paparan, ….menyampaikan, pertumbuhan ekonomi Indonesia sering kali tidak berkelanjutan, dengan kontribusi dari praktik ilegal seperti pencucian uang, narkoba, judi, dan korupsi. Hal ini menunjukkan perlunya reformasi untuk mencapai pertumbuhan yang lebih sehat dan inklusif.
Penulis: Tri Laksmi Novitasari
Editor: Arni Wistriatun