Penurunan kesehatan jiwa yang terjadi di lingkungan kampus di UGM, menjadi perhatian prodi Magister Manajemen Pendidikan Tinggi (MMPT) Sekolah Pascasarjana (SPs) UGM.
Tuntutan akademik yang semakin tinggi menjadikan mahasiswa, tendik, dan dosen mengalami stres, namun terlebih lagi adalah mahasiswa karena tuntutannya lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya persaingan yang ketat, tekanan tugas, hingga kesulitan selama pandemi
Hal tersebut mengemuka dalam acara MMPt Talks ke 6 yang digelar di Ruang Sidang Pimpinan Lt. 2 Gd. SPs secara hybrid, hari Jumat, 1 Maret 2024 yang bertajuk “Mental Health for Student and Academic Staff” dengan narasumber Prof. Supra Wimbariti, M.Sc., Ph.D, dari Fakultas Psikologi skaligus dosen di prodi MMPT SPs UGM.
Menurut Prof. Supra, berbagai hal dapat menjadi penyebab meningkatnya kasus kesehatan mental di Perguruan Tinggi. Beberapa faktor pemicu tersebut antara lain tuntutan akademik dan stres, serta faktor lingkungan dan sosial.
Prof. Supra juga menyampaikan mengenai faktor stigma masalah kesehatan mental di masyarakat yang saat ini mulai berkurang. “Dahulu orang yang mengalami gangguan mental dianggap gila, sehingga cenderung diasingkan dari masyarakat. Namun sekarang kasus kesehatan mental terlihat mulai banyak (meningkat) karena stigma (tersebut) sudah berkurang. Stigma ini menjadi aspek penyebab orang yang terkena gangguan mental menjadi sulit sembuh”. Ujarnya.
Dinamika antara kerentanan dan tekanan dapat menyebabkan timbulnya sakit jiwa. Namun hal ini dapat berbeda untuk tiap individu karena tingkat kerentanan yang berbeda pula. Kombinasi kerentanan dan tekanan yang melewati treshold inilah yang akan menyebabkan sakit jiwa muncul. Treshold event yang tinggi seperti kebangkrutan, PHK, atau caleg gagal dapat memicu pergeseran yang signifikan ke arah sakit jiwa. Selain itu, berbagai faktor pemicu lain yang umum terjadi antara lain Feeling of Missing Out (FOMO) yang timbul akibat media sosial, pemaksaan orang tua terhadap pilihan prodi anaknya, keluarga meninggal akibat COVID, dan lain sebagainya.
Berbagai unit pelayanan terkait mental health telah diupayakan oleh UGM, antara lain Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi UGM, dan fasilitasi pelayanan psikologi melalui Gama Medical Center (GMC) serta Rumah Sakit Akademik (RSA) UGM. Beberapa fakultas lain bahkan diketahui telah memiliki tenaga psikolog sendiri. Upaya-upaya tersebut sejatinya selaras dengan tujuan Sustainable Development Goals (SSDGs) nomor 3 yaitu mengenai terwujudnya kehidupan yang sehat dan sejahtera.
Senada dengan Prof. Supra, Dekan Sekolah Pascasarjana UGM, Prof. Ir. Siti Malkhamah, M.Sc Ph.D, juga menyampaikan bahwa munculnya berbagai perubahan sosial dan budaya, baik di dalam maupun di luar lingkungan kampus dapat mempengaruhi kesehatan mental civitas akademika secara signifikan terutama selama dan pasca pandemi COVID-19. Oleh karena itu, UGM sebagai health promoting university dan SPs mengupayakan berbagai hal untuk mengatasi permasalahan ini, salah satunya dengan menyelenggarakan kegiatan webinar MMT Talks dalam rangka untuk memberikan wawasan terkait pentingnya menjaga kesehatan mental baik bagi diri sendiri maupun lingkungan. (SPs/Riris/arni)