Pada tanggal 28 April 2025, Program Studi Kajian Budaya dan Media menjadi tuan rumah seminar bertajuk “Digital Indonesia: Towards Inclusion and Empowerment in Indonesia’s Digital Era” yang diselenggarakan oleh Prodi Kajian Budaya dan Media bekerja sama dengan DAAD (Deutscher Akademischer Austauschdienst).
Seminar dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, dilanjutkan dengan sambutan dari Ketua Panitia, Ratna Noviani, SIP, M.Si., Ph.D., yang menyampaikan ucapan selamat datang kepada seluruh peserta serta apresiasi atas antusiasme para undangan yang telah hadir. Usai sambutan dari Ibu Ratna, Dr. Guido Schnieders, selaku Direktur DAAD Jakarta, turut memberikan sambutan dan memaparkan secara singkat sejarah DAAD, yang tahun ini genap berusia 100 tahun secara global dan telah hadir di Indonesia selama 35 tahun. Dalam kesempatan tersebut, Dr. Schnieders juga memaparkan strategi DAAD 2030 serta mengajak para alumni untuk aktif terlibat dengan mengakses situs resmi DAAD, yang kini telah memuat e-book Alumni DAAD Indonesia sebagai bagian dari perayaan 35 tahun kiprah DAAD di Indonesia.
Acara secara resmi dibuka oleh Dekan Sekolah Pascasarjana, Prof. Siti Malkhamah. Dalam sambutan pembukaannya, beliau menekankan pentingnya memahami konteks era post-truth, serta mengajak audiens untuk lebih kritis terhadap penggunaan istilah “efisiensi” yang belakangan ini cenderung mengandung konotasi negatif akibat dinamika kebijakan politik di Indonesia. Menutup pidatonya, Prof. Malkhamah secara simbolis membuka seminar, yang kemudian dilanjutkan dengan sesi foto bersama seluruh peserta dan tamu undangan.
Seminar ini dibagi menjadi dua panel utama: “Land of Differences and Politics of Visibility” serta “Mediating Minorities and Activism in Digital Space“. Setiap panel membahas isu-isu kritis terkait inklusi digital dan pemberdayaan, menekankan pentingnya suara yang beragam dalam lanskap digital Indonesia yang berkembang pesat.
Target peserta dalam kegiatan ini adalah para alumni beasiswa DAAD, yang menarik sekelompok peserta yang beragam dari berbagai latar belakang akademis. Meskipun berasal dari rumpun ilmu yang berbeda, antusiasme peserta sangat terasa, terutama selama sesi keynote speaker dan diskusi panel, di mana banyak pertanyaan diajukan, menunjukkan keterlibatan yang kuat dengan topik yang disajikan.
Keynote speaker, Prof. Dr. Wening Udasmoro, S.S., M.Hum., DEA, menyampaikan presentasi yang menggugah pikiran dengan judul “Gaya Hidup Mewah Kian Terinstitusionalisasi di Indonesia: Peran Negara.” Ia menyoroti fenomena pamer kekayaan atau “flexing” yang semakin marak di kalangan figur publik di Indonesia, termasuk selebritas dan influencer. Tren ini, yang ditandai dengan pengeluaran berlebihan untuk jet pribadi, barang-barang mewah, dan pesta hewan peliharaan yang mewah, telah menjadi aspek penting dari status sosial, terutama di platform media sosial.
Ibu Wening Udasmoro berargumen bahwa negara memiliki peran penting dalam melakukan institusionalisasi gaya hidup mewah ini dengan menunjuk individu kaya ke posisi strategis dan mempromosikan konten kemewahan melalui institusi milik negara. Mengacu pada teori-teori dari Veblen, Baudrillard, dan Umberto Eco, ia menekankan bahwa masyarakat semakin menghargai simbol kekayaan daripada makna intrinsiknya, menunjukkan bahwa gaya hidup mewah bukan lagi milik segelintir elite, tetapi telah menjadi bagian dari struktur sosial yang diperkuat oleh kekuatan ekonomi dan politik.
Sebagai kesimpulan, seminar “Digital Indonesia: Towards Inclusion and Empowerment in Indonesia’s Digital Era” menandai langkah penting menuju mendorong dialog dan pemahaman dalam konteks transformasi digital. Dengan rencana untuk menjadikan seminar ini sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Lustrum Prodi Kajian Budaya dan Media bekerja sama dengan DAAD, berkomitmen untuk memajukan digital Indonesia.
Penulis : Khoirul Mujazanah


