Yogya (22/6), Program Studi Magister dan Doktor Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada kembali menggelar Sekolah Ekoliterasi yang merupakan bagian kedua lanjutan dari kegiatan yang sudah dilaksanakan pada 15 Juni 2024 lalu yang membahas mengenai pola pengelolaan persampahan. Pada kesempatan ini, sekolah ekoliterasi kembali menggugah mahasiswa untuk aktif berdiskusi terkait pengelolaan ekosistem perairan khususnya mengenai pengelolaan sungai dan air dengan tema “Sungai dan Air : Karakteristik, Pengelolaan, Problem dan Dampaknya, Kondisi Air dan Sungai Kita” menghadirkan narasumber Ir. Agus Prasetya, M.Eng.Sc., Ph.D. dari Fakultas Teknik UGM dengan bidang keilmuan teknik kimia dan teknis proses pengolahan air limbah.
Bertempat di Rumah Bapak Taufik Hidayat, Desa Bromonilan RT 5 RW 3 Purwomartani, Kalasan, Sleman, DI Yogyakarta, kegiatan ini diikuti oleh mahasiswa Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, terkhusus mahasiswa Program Studi Magister dan Doktor Ilmu Lingkungan. Telah banyak peraturan pemerintah serta undang-undang yang mengatur mengenai pengelolaan lingkungan terkait pelestarian ekosistem perairan namun nampaknya akan menjadi hal yang krusial untuk selalu dibahas seiring dengan berkembangnya perusahaan atau pemrakarsa serta meningkatnya jumlah yang penduduk yang berpengaruh terhadap ekosistem perairan.
Dalam paparannya, Agus Prasetya, Ph.D. menjelaskan bahwa permasalahan dalam pengelolaan sungai terkait komponen lingkungan, yaitu abiotik, biotik, dan budaya. Permasalahan abiotik dalam pengelolaan sungai di antaranya adalah pencemaran sampah, limbah, dan degradasi. Permasalahan biotik dalam pengelolaan sungai adalah biodiversitas. Pada komponen budaya atau masyarakat, permasalahan pengelolaan sungai terkait dengan kuantitas air, apakah too much (banjir), too little (kekeringan), dan too dirty (banjir, kualitas tidak memenuhi baku mutu). Contoh permasalahan pengelolaan sungai di lapangan ditunjukkan dengan fenomena banjir di Sungai Wulan, Demak tahun 2024 serta fenomena sungai menjadi tempat pembuangan sampah dan limbah, dengan yang terparah di Sungai Citarum (1 hari 1 ton sampah). Sehingga, sampah organik diharapkan tidak dikeluarkan dari rumah.
Mengingat bahwa “Nature is the best designer”, pengelolaan sungai seyogyanya memperhatikan bentuk alami dari sungai itu sendiri. Pencarian informasi dan/atau data lampau mengakomodasi hal tersebut, yaitu melalui peta kuno, foto lampau, buku dan makalah lampau, serta orang tua.
Mahasiswa saling berdiskusi dengan memberikan pertanyaan serta pandangannya mengenai proses pengelolaan ekosistem sungai dan air. Diskusi yang dibahas adalah fenomena mengenai perairan yang terjadi saat ini seperti fenomena eutrofikasi yang meningkat dan adanya enceng gondok, kondisi Sungai Pabelan yang saat ini difungsikan untuk mengendalikan lahar, sungai di Kalimantan sebagai jalur transportasi yang dimungkinkan agar erosi tidak sampai ke tubuh air, hingga diskusi mengenai air pekat yang terkena limbah tambang. Semua itu diperlukan kesadaran masyarakat untuk dapat memaksimalkan pemanfaatan sumber daya lingkungan dengan tetap menjaga kelestarian ekosistem perairan.
Tags : ekoliterasi, ekosistem perairan, SDG, SDG 4: kualitas pendidikan, SDG 6: konsumsi air bersih dan sanitasi, SDG 14: menjaga ekosistem laut
Penulis : Siti Muyasaroh