
Yogyakarta, 11 November 2025 — Leadership Day 2025 yang digelar oleh Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (SPs UGM) melalui program Magister dan Doktor Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan (MDKIK) bersama Keluarga Alumni Magister dan Doktor Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan (Kapimgama) menghadirkan sesi pembuka penuh makna melalui Keynote Speech bertajuk “The Foundation of Interdisciplinary Leadership” oleh Prof. Dr. Ahmad Najib Burhani, M.A., Direktur Jenderal Sains dan Teknologi, Kemendikstiristek. Sesi ini menjadi ruang refleksi tentang pentingnya pendekatan lintas disiplin dalam membangun kepemimpinan masa depan yang berakar pada nilai kemanusiaan dan kolaborasi.
Dalam paparannya, Prof. Najib menegaskan bahwa UGM harus terus menjadi pelopor pendidikan interdisipliner sebagai fondasi untuk melahirkan pemimpin yang mampu menjembatani berbagai bidang pengetahuan. “Bridging disciplines, building future, inilah dasar kepemimpinan sejati,” ujarnya.
Ia mencontohkan bagaimana pandemi COVID-19 menjadi momentum nyata bahwa persoalan besar tidak dapat diselesaikan oleh satu bidang saja. “Saat pandemi, kolaborasi antara kesehatan, agama, politik, dan bahkan militer menjadi keharusan. Itulah refleksi bahwa pendekatan inter, multi, dan transdisiplin bukan lagi pilihan, tetapi keniscayaan,” tambahnya.
Menurut Prof. Najib, kebijakan dan teknologi yang dikembangkan pemerintah juga perlu berpijak pada human-centered approach — menempatkan manusia, budaya, dan nilai sosial sebagai inti dari inovasi. Ia menyoroti bahwa teknologi yang kehilangan dimensi kemanusiaan hanya akan menghasilkan kemajuan tanpa makna.
“Teknologi tanpa etika, keadilan sosial, dan keberlanjutan akan kehilangan ruh kemanusiaannya. Kita perlu menghadirkan dimensi budaya dan nilai lokal dalam setiap kebijakan, agar pembangunan benar-benar berpihak pada manusia,” jelasnya. Dalam konteks ini, ia mencontohkan pembangunan di Papua yang menurutnya tidak bisa sekadar dipahami dari sisi teknokratis, melainkan harus menyentuh aspek sosial, budaya, dan karakter masyarakat setempat. “Kebhinekaan dan kearifan lokal bukan penghambat kemajuan, melainkan fondasi yang memperkaya pembangunan nasional,” tegasnya.
Prof. Najib juga menyinggung konsep co-creation, co-design, dan citizen science sebagai wujud keterlibatan masyarakat dalam proses inovasi publik. Ia menekankan pentingnya membangun social trust sebagai modal utama dalam setiap bentuk pembangunan. “Kepercayaan sosial adalah jantung dari setiap transformasi. Tanpa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi hanya akan menjadi proyek elitis yang terlepas dari realitas masyarakat,” ujarnya.
Menutup sesinya, Prof. Najib mengingatkan bahwa tantangan masa depan seperti perubahan iklim, teknologi digital, dan pergeseran demografi menuntut kepemimpinan yang mampu melintasi batas-batas disiplin ilmu. “Pertanyaannya bukan lagi apakah teknologi akan menggantikan manusia, tetapi bagaimana kita merancang teknologi yang memperkuat kemanusiaan,” pungkasnya.
Sebagaimana semangat Leadership Day 2025, sesi ini menegaskan kembali peran kampus sebagai kawah candradimuka bagi lahirnya pemimpin masa depan — pemimpin yang berpikir lintas disiplin, bertindak kolaboratif, dan berorientasi pada kemanusiaan. Dari kampus UGM, gagasan besar kepemimpinan interdisipliner kembali dinyalakan untuk menuntun langkah menuju Indonesia Emas 2045.
Penulis: Naufal Sabda Auliya dan Rosyida Indah Mawarni
Editor: Arfikah Istari