Kegiatan The 12th International Graduate Student and Scholars Conference in Indonesia (IGSSCI) yang berlangsung pada tanggal 4–5 November 2025 di Auditorium Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada berlanjut dengan sesi diskusi panel setelah waktu istirahat siang. Diskusi ini dipandu oleh Ahmad Suparmin, S.P., M.Agr.Sc., Ph.D., yang juga berperan sebagai moderator.
Sesi pertama menghadirkan Prof. Josaphat Tetuko dari Jepang, seorang pakar teknologi antariksa dan penginderaan jauh yang kini menjabat sebagai Kepala Departemen Lingkungan di Chiba University. Dalam paparannya berjudul Establishment of an Interdisciplinary Hub for AI Disaster Mitigation and Sustainability, Prof. Josaphat menekankan pentingnya membangun pusat kolaborasi lintas disiplin untuk mengintegrasikan kecerdasan buatan, ilmu lingkungan, dan kebijakan publik dalam upaya mitigasi bencana serta penguatan keberlanjutan. Beliau menjelaskan bahwa pemanfaatan teknologi AI dan big data dapat mendukung pertanian presisi, pengelolaan sumber daya alam, serta sistem pangan yang adaptif terhadap perubahan iklim.
Menurut Prof. Josaphat, ketahanan sistem tidak hanya diukur dari kemampuan menghadapi bencana, tetapi juga dari kapasitas beradaptasi secara berkelanjutan terhadap tantangan global. Melalui pendekatan berbasis sains dan kolaborasi lintas sektor, sistem pertanian dapat dikembangkan menjadi lebih efisien, tangguh, dan ramah lingkungan. Ia mengajak komunitas ilmiah dan pemerintah untuk bersinergi membangun sistem pertanian cerdas dan inklusif yang mampu menjawab tantangan perubahan iklim di masa depan.
Diskusi kemudian berlanjut pada Panel 2 yang mengangkat tema Energy Transition and Environmental Sustainability. Panel ini membahas dinamika sosial dalam pengembangan energi panas bumi dan strategi mitigasi agar transisi energi hijau dapat berlangsung secara imbang dan diterima masyarakat. Pembicara memaparkan berbagai studi kasus yang menggambarkan bagaimana strategi mitigasi yang bersifat satu arah sering kali memperburuk polarisasi sosial. Minimnya dialog publik dan keterlibatan masyarakat menyebabkan ketidakpercayaan terhadap proyek energi.
Panel ini juga menyoroti adanya perbedaan perspektif antara pemerintah yang menekankan pentingnya keamanan energi dan pertumbuhan ekonomi, dengan masyarakat lokal yang menuntut penghormatan terhadap nilai budaya, agama, dan hak tanah leluhur. Kesimpulan panel menegaskan bahwa keberhasilan transisi energi hijau sangat bergantung pada partisipasi masyarakat serta keadilan sosial dalam setiap tahap kebijakan. Dialog terbuka, konsultasi publik yang bermakna, dan penghargaan terhadap kearifan lokal menjadi kunci dalam mewujudkan pengembangan energi berkelanjutan yang inklusif dan dapat diterima semua pihak.
Diskusi berikutnya menghadirkan Prof. Dr. Zullies Ekawati, Apt., pakar di bidang farmasi dan farmakovigilans. Dalam paparannya, Prof. Zullies membahas perkembangan farmakovigilans sebagai pilar penting dalam menjamin keamanan obat, keberlanjutan lingkungan, dan kesejahteraan sosial. Beliau menegaskan bahwa setiap obat berpotensi menimbulkan efek samping sehingga diperlukan sistem pemantauan yang berkesinambungan. Berdasarkan data global, lebih dari 134 juta kasus reaksi obat yang merugikan terjadi setiap tahun dengan sekitar 2,6 juta kasus berakibat fatal. Prof. Zullies mengingatkan pentingnya pembelajaran dari tragedi Thalidomide di Jerman Barat pada tahun 1950-an yang menyebabkan ribuan bayi lahir cacat. Peristiwa ini mendorong terbentuknya sistem pengawasan global terhadap keamanan obat. Dalam konteks modern, konsep Ecopharmacovigilance (EPV) dikembangkan untuk memantau dampak residu obat terhadap lingkungan dan mencegah resistensi antimikroba.
Beliau menegaskan bahwa farmakovigilans tidak hanya berfungsi sebagai mekanisme teknis, tetapi juga instrumen keadilan sosial dan kesehatan berkelanjutan. Sistem pengawasan obat yang transparan dapat meningkatkan kepercayaan publik, menjamin akses obat aman, dan memperkuat ketahanan sistem kesehatan. Prof. Zullies menutup dengan pesan bahwa keamanan obat adalah tanggung jawab kemanusiaan yang harus dijaga demi kesehatan manusia, kelestarian lingkungan, dan kesejahteraan sosial global.
Panel terakhir menghadirkan Prof. Bandana Saini dari Australia, seorang pakar di bidang kesehatan masyarakat, ketahanan ekologi, dan kesejahteraan. Dalam paparannya berjudul Public Health, Eco-Resilience, and Well-being, Prof. Bandana menyoroti pentingnya sistem kesehatan yang tangguh dan berkelanjutan sebagai fondasi kesejahteraan masyarakat global. Ia menjelaskan bahwa di Australia lebih dari 61% penduduk hidup dengan setidaknya satu kondisi kronis dan 90% kematian berkaitan dengan penyakit tersebut, sehingga dibutuhkan sistem layanan terpadu antara perawatan rutin dan darurat. Beliau memaparkan struktur farmasi komunitas di Australia yang terdiri dari lebih dari 5.700 apotek dengan 444 juta kunjungan pasien setiap tahunnya. Apoteker berperan aktif dalam penyediaan obat, vaksinasi, skrining penyakit, serta edukasi kesehatan. Prof. Bandana menekankan pentingnya riset berbasis bukti dalam mengembangkan pelayanan farmasi, termasuk skrining gangguan tidur dan program pengelolaan asma yang telah diterapkan secara nasional. Menutup sesi nya, Prof. Bandana menyampaikan bahwa ketahanan kesehatan tidak hanya bergantung pada fasilitas medis, tetapi juga pada dukungan ekosistem sosial dan lingkungan. Melalui kolaborasi lintas sektor, pemberdayaan tenaga kesehatan, dan penelitian berkelanjutan, sistem kesehatan dapat menjadi lebih adaptif dalam menghadapi tantangan masa depan serta memperkuat kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.
Rangkaian diskusi panel pada hari pertama sesi 1 ini menggambarkan semangat kolaborasi antara ilmu pengetahuan, teknologi, dan kebijakan publik dalam membangun ketahanan global yang berkelanjutan. Setiap pembicara menghadirkan perspektif yang memperkaya pemahaman peserta tentang pentingnya integrasi multidisiplin dalam menghadapi perubahan dunia yang terus berkembang.
Kegiatan ini juga selaras dengan pelaksanaan SDGs ke 3, SDGs ke 4 tentang Pendidikan Berkualitas, Nomor kehidupan sehat dan sejahtera, Nomor 11 Kota permukiman yang berkelanjutan, Nomor 13 Penanganan perubahan iklim, Nomor 17 Kemitraan untuk mencapai tujuan.
Penulis : Arni, Ninda
Editor : Ana Anggraini
