Yogyakarta, 3 November 2025– Menjembatani kesenjangan antara teori akademis yang kaku dan realitas sosial di masyarakat. Itulah semangat utama yang diusung dalam “Workshop Penelitian Sosial” yang digelar Program Studi Doktor Inter-religious Studies (IRS) Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (SPs UGM). Bekerja sama dengan Yayasan Percik Salatiga, kegiatan yang berlangsung pada 31 Oktober – 1 November 2025 ini dirancang untuk mengajak para mahasiswa doktoral “turun” dari menara gading “kampus” dan belajar langsung dari denyut nadi kehidupan “kampung”. Workshop ini diikuti oleh mahasiswa Doktor Semester 1 hingga 3 yang tengah mempersiapkan proposal disertasi. Tujuannya jelas: memperkaya pemahaman tentang metodologi penelitian sosial yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat. Kegiatan ini berpusat di Yayasan Percik, sebuah lembaga independen yang sejak 1996 telah mendedikasikan diri pada penelitian sosial, demokrasi, dan keadilan sosial. Para pendirinya adalah ilmuwan, peneliti, dosen, dan aktivis yang berfokus pada pengorganisasian masyarakat. Pada hari pertama, para peneliti senior Percik, termasuk Dr. Haryani Saptaningtyas, Dr. Pradjarta Dirdjosanjoto, dan Slamet Luwihono, S.H., M.Si., membagikan metode andalan mereka: Participation Documentation Research (PDR).
Metode PDR dijelaskan bukan sekadar cara mengumpulkan data. Ini adalah sebuah pendekatan riset yang menggabungkan penelitian dengan proses advokasi dan pemberdayaan. “Peneliti tidak hanya mengumpulkan data, tetapi juga berpartisipasi aktif dalam dinamika sosial masyarakat,” jelas salah satu narasumber. “Tujuannya agar hasil penelitian dapat memberikan dampak nyata bagi perubahan sosial yang lebih demokratis dan berkeadilan.” Para narasumber dari Percik, seperti Ambar Istiyani, S.E., M.Si, Agung Waskitoadi, S.H., M.Si, dan Dwi Wuryaningsih, S.H., menunjukkan bagaimana riset dapat menjadi alat transformasi sosial yang efektif untuk mengurangi kesenjangan antara “kampus” dan “kampung”. Semangat humanis ini diperkuat pada hari kedua oleh Prof. Dr. Izak Y. M. Lattu dari Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW). Ia memberikan paparan reflektif tentang pentingnya empati dalam penelitian sosial.Menurut Prof. Izak, peneliti perlu mengubah cara pandang dan memosisikan masyarakat di lokasi penelitian sebagai “guru” yang dapat memberikan pengetahuan berharga dan perspektif otentik. “Banyak hal kecil dalam kehidupan masyarakat yang bisa menjadi sumber riset bermakna,” ujar Prof. Izak. “Melalui penelitian yang berempati, kita tidak hanya belajar dari masyarakat, tetapi juga berkontribusi memperkenalkan nilai-nilai lokal Indonesia kepada dunia.”
Pendekatan yang “membumi” ini diakui para mahasiswa peserta workshop telah membuka wawasan baru, yang jarang mereka dapatkan di ruang kelas formal. Marno Nigha, salah satu mahasiswa, mengungkapkan kegiatan ini memberikan pengalaman belajar yang sangat berbeda. “Workshop ini sangat bermanfaat karena kami bisa langsung belajar dari pengalaman nyata para narasumber di lapangan,” ujar Marno. “Kami jadi memahami bagaimana proses penelitian dapat bersinggungan langsung dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat.” Hal senada diungkapkan Royyan Nafis. Ia bersyukur dapat mempelajari metode PDR secara mendalam, sesuatu yang menurutnya masih kurang dibicarakan di lingkungan akademik. “Saya merasa sangat beruntung bisa mempelajari metode PDR dari Yayasan Percik. Metode seperti ini selama ini kurang banyak dibicarakan dalam ruang-ruang akademik di kampus,” kata Royyan. “Model workshop seperti ini harus terus dilakukan.”
Puncak lokakarya adalah sesi diskusi proposal riset, di mana mahasiswa memaparkan rencana disertasi mereka. Para narasumber Percik memberikan masukan kritis, menantang para mahasiswa untuk memikirkan bagaimana riset mereka dapat lebih berorientasi pada partisipasi warga dan advokasi sosial. Kegiatan ini menegaskan komitmen Prodi Doktor IRS SPs UGM untuk memperkuat kapasitas riset interdisipliner. Diharapkan, para calon doktor ini tidak hanya akan menghasilkan disertasi yang kuat secara akademik, tetapi juga riset yang “berpihak”, humanis, dan mampu berkontribusi pada transformasi sosial yang lebih adil.
Penulis : Berlian Belasuni


