
Program Studi Agama dan Lintas Budaya atau Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS), Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada (UGM) menyelenggarakan diskusi berjudul “Gagasan Baru Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan KUHP 2023” secara luring dan daring pada Kamis (27/02). Diskusi ini terselenggara atas kerja sama dan kolaborasi dari CRCS Sekolah Pascasarjana UGM dengan Indonesian Scholars Network on Freedom of Religion or Belief (ISFoRB). Kedua pihak sebelumnya telah menyelenggarakan lokakarya dengan perwakilan dan pendamping komunitas ke beberapa daerah.
Dalam diskusi hadir beberapa tokoh dari institusi terkait, termasuk dari Kantor Wilayah Kementerian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta, Kepolisian Resor Bantul dan Gunung Kidul, Perwakilan Organisasi Masyarakat Sipil, dan Perwakilan peserta dari empat daerah yaitu Aceh, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Direktur CRCS Sekolah Pascasarjana UGM, Dr. Samsul Maarif dalam sambutannya menyampaikan bahwa diskusi ini merupakan upaya untuk merespon KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang telah disahkan pada tahun 2023 dan rencananya akan diimplementasikan mulai Januari 2026.
“Ada gagasan baru yang muncul di KUHP 2023 mengenai tindak pidana terhadap kehidupan beragama atau berkepercayaan. Gagasan tersebut sangat penting untuk didiskusikan sebagai upaya untuk memajukan cara berpikir kebangsaan terutama dalam rangka menjunjung Hak Asasi Manusia (HAM), tepatnya dalam kebebasan beragama/berkeyakinan yang merupakan harkat dan martabat setiap manusia”, ungkap Dr. Samsul.
Pembicara dalam diskusi ini adalah Dr. Zainal Abidin Bagir, Direktur Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS) UGM sekaligus merupakan koordinator rangkaian diskusi dan penulisan buku mengenai gagasan beragama/berkeyakinan dalam KUHP 2023. Pembicara lainnya adalah Sri Wijayanti Eddyono dari Fakultas Hukum UGM dan Muji Kartika Rahayu, Hakim Tipikor dari Pengadilan Negeri Palangkaraya yang kental dengan perspektif tentang penghargaan terhadap HAM.
Sementara itu, Vitrin Haryanti dari koalisi lintas isu Yogyakarta bertindak sebagai moderator dalam diskusi. Diskusi ini diharapkan dapat menyebarluaskan pemahaman lebih dalam mengenai tindak pidana tentang agama dan kepercayaan dalam KUHP 2023 dan menggali potensi-potensi permasalahan yang mungkin bisa muncul dari adanya gagasan baru KUHP 2023 mengenai agama dan kepercayaan. Dengan melibatkan akademisi, aparat penegak hukum, masyarakat sipil, dan masyarakat sipil minoritas yang rentan terhadap isu tersebut, harapannya akan ada jejaring untuk mewadahi komunikasi antar sektor kaitannya dengan penghargaan terhadap HAM.
Penulis: Asti Rahmaningrum