Yogyakarta, 20 Oktober 2025 – Acara bertajuk “Bincang Transisi Energi: Menuju Swasembada Energi” digelar sebagai hasil kolaborasi antara Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Daerah serta Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM). Kegiatan ini berfokus pada upaya mempercepat transisi energi menuju kemandirian energi nasional, sebuah isu strategis yang menarik perhatian luas dari kalangan akademisi, pemerintah, dan masyarakat.
Dalam pembukaan acara, Rahmat Kaimudin memperkenalkan dirinya serta menjelaskan pengalamannya dalam bidang transisi energi, termasuk perannya dalam Kemitraan Transisi Energi yang Adil dan Gugus Tugas Transisi Energi. Ia menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam mewujudkan transisi energi yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Tiga pembicara turut hadir membahas beragam perspektif dalam transisi energi. Dr. Ardianto Fitradi membahas aspek tekno-ekonomi, menyoroti bahwa transisi energi merupakan barang publik global yang membawa manfaat luas, tetapi masih menghadapi tantangan besar seperti ketergantungan pada bahan bakar fosil bersubsidi, minimnya permintaan energi terbarukan, serta keterbatasan infrastruktur pendukung.
Dari sisi hukum dan kebijakan, Prof. Mailinda Eka Yuniza menjelaskan bahwa salah satu hambatan utama investasi energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia adalah ketidakpastian regulasi. Ia menekankan pentingnya kepastian hukum bagi investor, serta menyoroti berbagai inisiatif nasional dan internasional seperti UNFCCC, Paris Agreement, RUU Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBET), serta Kebijakan Energi Nasional (PPKEN). Namun, ia menilai target energi terbarukan dalam kebijakan terbaru masih kurang ambisius karena percepatan baru direncanakan setelah tahun 2050.
Sementara itu, Drajat Sulistio Widiharto membahas aspek sosial dalam transisi energi, menekankan bahwa pengembangan energi tidak dapat dilepaskan dari konteks masyarakat. Ia menyoroti masalah sosial seperti pergeseran pekerjaan akibat perubahan teknologi, relokasi masyarakat karena proyek energi, serta ketimpangan akses energi antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Konflik lahan dan hukum adat, khususnya di Indonesia Timur, juga disebut sebagai tantangan besar bagi implementasi kebijakan energi. Ia menegaskan bahwa keberhasilan transisi energi memerlukan transformasi sosial dan partisipasi masyarakat secara aktif. Menurutnya, tanpa pendekatan sosiologis yang komprehensif, transisi energi berisiko memperdalam ketimpangan dan menimbulkan konflik sosial.
Melalui acara ini, para pembicara berharap terwujud sinergi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat untuk mempercepat langkah menuju swasembada energi nasional yang adil, inklusif, dan berkelanjutan.
Penulis : Elisa Cahya Kristiana
Editor : Burhanul Aqil







