
“Kita harus berhati-hati dalam menggunakan kata-kata karena kata-kata yang kita gunakan dapat menimbulkan polarisasi seperti halnya kelompok yang melakukan tindakan. Kata-kata mempunyai kekuatan dan juga melakukan tindakan. Bahasa yang kita gunakan pun memiliki arti yang berbeda-beda di kelompok yang berbeda”, ungkap Michael R. Quinlan dalam Wednesday Forum yang diselenggarakan pada Rabu (26/02) di Ruang Kelas 307, Lantai 3, Gedung Sekolah Pascasarjana UGM.
Michael merupakan seorang Profesor Klinis dari Baylor University yang sudah beberapa tahun menjadi dosen tamu internasional di Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS) UGM. Beliau memiliki keahlian dalam hubungan antara agama, etika, dan masyarakat. Karya-karyanya berfokus pada migrasi, dialog antaragama, dan peran bahasa dalam membentuk keyakinan, identitas, dan batasan komunitas.
Michael bertindak sebagai narasumber pada acara Wednesday Forum yang diselenggarakan oleh Program Studi Agama dan Lintas Budaya atau Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS), Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada (UGM). Acara ini merupakan kegiatan rutin CRCS untuk membuka ruang diskusi mengenai berbagai topik dengan menghadirkan narasumber dari aktivis maupun peneliti. Selain diikuti oleh mahasiswa dan dosen, acara ini juga terbuka dan dapat diikuti oleh masyarakat umum.
Pada kesempatan ini, Michael mengangkat topik diskusi mengenai bagaimana bahasa bisa berfungsi untuk memecah belah dan memperkuat dinamika suatu kelompok tertentu. Dalam dunia modern, bahasa tidak lagi merupakan kumpulan kata-kata tetapi dapat membawa sebuah makna dan ideologi yang berat. Michael mengungkapkan setiap istilah atau kata yang kita gunakan, suka atau tidak; sengaja atau tidak sengaja, seolah menunjukkan di pihak mana kita berdiri. Pilihan kata ini menjadi lebih bermakna tajam ketika ada keterlibatan unsur politik dan agama. Fenomena yang terjadi ini disebut sebagai shibboleths modern.
Seiring diskusi berlangsung, dapat diambil kesimpulan bahwa kita perlu untuk mempertimbangkan penggunaan bahasa dengan lebih bertanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari. Kita dituntut untuk lebih sadar akan pilihan kata yang digunakan terutama dalam konteks di mana ketegangan politik dan agama ada.
Penulis: Asti Rahmaningrum