Yogyakarta, 16 Juli 2025 – Mahasiswa Program Studi Magister Manajemen Bencana Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (MMB SPs UGM) melaksanakan kegiatan edukasi tanggap bencana di MI Ma’arif Ngliseng, berlokasi di Dusun Ngliseng RT 07 Kelurahan Muntuk, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul. Sekolah ini pernah terdampak parah gempa bumi Yogyakarta pada tahun 2006
Kondisi geografis yang dekat dengan tebing dan wilayah rawan longsor menjadi dorongan utama bagi pihak sekolah untuk terus menanamkan pengetahuan kebencanaan secara berkelanjutan. Komitmen ini diwujudkan melalui kolaborasi bersama mahasiswa Magister Manajemen Bencana (MMB) Universitas Gadjah Mada, dalam kegiatan edukasi bencana yang dilakukan saat Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).
Perwakilan dari mahasiswa MMB, Muhamad Irfan Nurdiansyah, dan aktivis Aksi Sosial HMP UGM membawakan edukasi secara kreatif dan menyenangkan. Anak-anak dikenalkan pada bencana seperti gempa dan letusan gunung berapi, serta diajak memahami cara menyelamatkan diri saat terjadi bencana.
Edukasi dikemas melalui tontonan film anak, nyanyian tematik, dan diskusi ringan yang membuat siswa antusias dan mudah memahami. Sebanyak 12 guru mendampingi seluruh siswa kelas 1 hingga 6 dalam kegiatan ini, memperkuat integrasi edukasi kebencanaan dalam aktivitas sekolah.
Ika Fitriyati, Kepala MI Ma’arif Ngliseng, menyambut baik sinergi dengan mahasiswa MMB UGM, dan menyebut bahwa kegiatan ini sangat kontekstual mengingat lokasi sekolah yang rawan bencana. Menurutnya, pengetahuan kebencanaan penting untuk dibentuk sejak dini, bukan hanya sebagai tambahan pengetahuan tetapi sebagai bagian dari karakter.
“Kami ingin siswa memiliki kecerdasan komprehensif—tidak hanya akademik, tetapi juga sadar risiko dan tangguh,” ujarnya.
Sebagai bagian dari LP Ma’arif NU, sekolah ini menjunjung tinggi nilai-nilai kemandirian, religiusitas, dan kepedulian sosial. Melalui kolaborasi seperti ini, MI Ma’arif membuktikan bahwa sekolah kecil di wilayah perbukitan pun bisa menjadi contoh ketangguhan berbasis komunitas.
Selain siswa, para guru juga memperoleh pengalaman dan wawasan baru dalam menyisipkan nilai-nilai Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) ke dalam proses pembelajaran. Melalui kegiatan ini, tercipta ruang belajar yang membentuk keberanian, kesadaran kolektif, serta kemampuan mengambil keputusan dalam situasi darurat.
Sebagai penutup, Kepala Sekolah Ika Fitriyati menyatakan harapan agar kolaborasi ini menjadi awal dari program pendidikan kebencanaan yang berkelanjutan. “Kami ingin anak-anak tidak hanya cerdas akademik, tapi juga cerdas dalam menghadapi risiko di sekitarnya,” ujarnya. Ia juga berencana membentuk kelompok kecil siaga bencana di sekolah yang terdiri dari siswa dan guru sebagai tindak lanjut dari kegiatan ini.
Penulis: Muhamad Irfan Nurdiansyah
Editor: Siti Muyasaroh


