SEMINAR GREAT THINKERS 24 Mei 2011


UMAR KAYAM: PARA PRIYAYI DAN KENIKMATAN


Umar Kayam, siapa tak kenal budayawan UGM yang mempopulerkan Mr Rigen dan Pak Ageng dalam glenyengan Koran Kedaulatan Rakyat terbitan Yogyakarta.
Mangan ora Mangan Kumpul, Sugih Tanpa Bandha, Madhep Ngalor Sugih, Ngidul Sugih, Para Priyayi dan seterusnya. Novelnya popular dalam bahasa yang sarat kritik. Demikian pula esai-esainya yang ditulis selama menjadi penulis tetap di Kedaulatan Rakyat dan juga majalah Tempo. Bahasa sederhana, jenaka, tetapi menggigit itulah khas Pak Ageng, Umar Kayam, jebolan Cornel University negeri Paman Sam. Priyayi yang lahir tahun 1932 di Ngawi Jawa Timur, sudah mendarah daging dengan udara dan garam Yogyakarta. Muridnya tak terhitung jumlahnya di Univeristas Gadjah mada, UI, Udayana, maupun universitas lainnya yang ada di Indonesia bahkan manca negara. Ada yang menjadi “penerus estafet” gurunya, menjadi budayawan, tetapi ada yang kemudian “merubah nasib” dengan berpofesi lainnya, menjadi birokrat atau politisi. Tetapi semua mengakui Umar.
Kayam adalah “suhu budayawan Yogyakarta” dari UGM.Sebagai seorang priyayi, Umar Kayam, sederhana, nyeleneh, tatapi juga suka meledek bahkan pada hal-hal yang bisa dikatakan “sensitive”, soal hidup pribadi. Kumpul Kebo, membujang terus sampai tuwa, atau jadi prawan tuwo, semuanya tak lepas dari sindiran-sindiran khas seorang priyayi Jawa. Memaksa pembaca untuk ketawa membaca karangannya sekalipun pada tema yang sangat berat dan sensitif. Mengkritik rezim dengan celotehan-celotehan dalam kesehariannya. Pembantunya yang laki-laki, maupun juru masaknya yang perempuan. Dan tentu saja “kanjeng mami” yang tak lain adalah istrinya sendiri yang suka ngomel atas perilaku Ki Ageng Kayam sendiri.
Trilogy buku : Sugih Tanpa Bandha, Madhep Ngalor Sugih, madhep Ngidul Sugih, dan Para Priyayi menempatkan Ki Ageng Kayam pada tempat yang benar-benar “dimuliakan” dalam level akademik dan budayawan. Inilah sosok kayam yang menjadi “suhu” di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya seluruh Indonesia. Kita butuh tahu sosok Umar Kayam dalam dunia akademik di lingkungan Universitas Gadjah Mada maupun di lingkungan universitas di luar UGM. Masihkah mungkin muncul sosok seperti Umar Kayam dalam era yang sudah demikian sublime. Dunia yang kian karut marut. Dunia yang kian metropolis. Dan seterusnya. Apa yang membuat Umar Kayam demikian popular menjadi “suhu” dalam lingkungan Budayawan Indonesia.

Pembicara :

  1. Prof. Dr. C. Soebakdi Soemanto (FIB UGM)
  2. Prof. Dr. Suminto A. Sayuti (UNY)

Waktu dan tempat
Hari : Selasa, 24 Mei 2011
Waktu : 09.30-12.00 WIB
Tempat : Gedung Sekolah Pascasarjana Lt 5 Universitas Gadjah Mada, Pogung, Yogyakarta

Peserta
Peserta adalah mahasiswa S1 sampai S3 di Yogyakarta. Selain itu adalah para dosen dan wartawan media massa cetak dan elektronik, dan untuk umum.