Pendidikan Entrepreneurship di UGM

Entrepreneur adalah seseorang yang mampu mengubah kotoran dan rongsokan menjadi emas” Ir. Ciputra -Kuliah Perdana Mahasiswa Baru Pascasarjana UGM angkatan 2007-

Pernyataan diatas diungkapkan Ir. Ciputra ketika menjadi pembicara pada kuliah perdana mahasiswa baru pascasarjana UGM tahun ajaran 2007/2008. Kehadiran Ir. Ciputra yang merupakan seorang pengusaha besar bertaraf internasional di bidang property merupakan suatu tonggak sejarah tersendiri bagi UGM. Kehadiran Ciputra bukan hanya dalam rangka memberikan kuliah perdana, tetapi juga dalam rangka menjalin kerjasama dengan UGM untuk membangun UGM menjadi centre of excellence and entrepreneurship.

Dalam kuliah perdana yang dilaksanakan pada hari Senin, 10 September 2007 tersebut, Ir. Ciputra memaparkan bahwa setidaknya terdapat 5 alasan penting mengapa mengapa entrepreneurship sangat penting diajarkan di bangku sekolah. Pertama, kebanyakan generasi muda tidak dibesarkan dalam budaya wirausaha. Inspirasi dan latihan usaha tidak banyak diajarkan di bangku sekolah. Kedua, Tingginya pengangguran di Indonesia mencapai angka 10, 93 juta jiwa pada tahun 2006. Majalah Tempo edisi 20-26 Agustus 2007 menyajikan fakta bahwa pada tahun 2006, terdapat 670.000 sarjana dan lulusan diploma yang mengaggur. Ketiga, lapangan kerja sangat terbatas, tidak sebanding dengan jumlah pencari kerja. Keempat, pertumbuhan interpreneur selain dapat menampung tenaga kerja, juga dapat menciptakan kesejahteraan masyarakat secara luas. Menurut David McClelland, seorang sosiolog terkemuka, suatu negara akan maju jika terdapat entrepreneur sedikitnya sebanyak 2% dari jumlah penduduk. Menurut laporan yang dilansir Global Entrepreneurship Monitor, pada tahun 2005, Negara Singapura memiliki entrepreneur sebanyak 7,2% dari jumlah penduduk. Sedangkan Indonesia hanya memiliki entrepreneur 0,18% dari jumlah penduduk. Tidak heran jika pendapatan perkapita negara singa tersebut puluhan kali lebih tinggi dari Indonesia. Menurut Prof. Lester C Thurow dalam bukunya Building Wealth: “ tidak ada isntitusi yang dapat menggantikan peran individu para entrepreneur sebagai agen-agen perubahan. Untuk itu menurut Ir. Ciputra, mereka yang paling siap dan paling mudah untuk dididik dan dilatih kecakapan wirausaha adalah mereka yang sekarang berada di bangku sekolah. Kelima, Indonesia sangat kaya dengan sumberdaya alam, akan tetapi sumber daya alam tersebut tidak bisa dikelola dengan baik karena Indonesia kekurangan SDM entrepreneur yang mampu mengubah “kotoran dan rongsokan menjadi emas”.

Dalam kuliah perdana tersebut, Ir. Ciputra membuka wawasan mahasiswa dan dosen bahwa istilah entrepreneur tidak hanya berkaitan dengan dunia usaha, atau pengusaha, tetapi juga berkaitan dengan bidang lain. Menurut beliau terdapat 4 kelompok Entrepreneur:

  • Business Entrepreneur. Kelompok ini terbagi menjadi dua yaitu Owner Entrepreneur and professional Entrepreneur. Owner Entrepreneur adalah para penciptan dan pemilik bisnis. Professional Entrepreneur adalah orang-orang yang memiliki daya wirausaha akan tetapi mempraktekkannya pada perusahaan orang lain.
  • Government Entrepreneur. Adalah pemimpin negara yang mampu mengelola dan menumbuhkan jiwa dan kecakapan wirausaha penduduknya. Contoh dari Government Entrepreneur adalah pemimpin negara Singapura Lee Kuan Yew.
  • Social Entrepreneur. Yang masuk dalam kelompok ini adalah para pendiri orgnisasi-organisasi social kelas dunia yang berhasil menghimpun dana masyarakat untuk melaksanakan tugas social yang mereka yakini. Contohnya adalah Mohammad Yunus, peraih nobel perdamaian tahun 2006 serta pendiri Grameen Bank.
  • Academic Entrepreneur. Termasuk dalam kelompok ini adalah akademisi yang mengajar atau mengelola lembaga pendidikan dengan pola dan gaya Entrepreneur sambil tetap menjaga tujuan mulia pendidikan. Universitas Harvard dan Stanford merupakan beberapa uiversitas terkemuka yang mengelola dunia pendidikan dengan gaya Entrepreneur

Lebih lanjut Ir. Ciputra mengatakan bahwa menjadi Entrepreneur dapat dipelajari. Dan untuk menciptakan jumlah entrepreneur yang memadai di Indonesia, maka menurut Ir. Ciputra, Indonesia perlu melakukan quntum leap (lompatan quantum). Terdapat 3 gagasan dalam quntum leap. Pertama, pada level pendidikan dasar dan menengah, harus terdapat kurikulum yang mengajarkan tentang kewirausahaan. Kedua, entrepreneur harus diciptakan dan dikembangkan dan pada level perguruan tinggi. Ketiga, harus terdapat gerakan nasional pelatihan kewirausahaan yang dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat, agar gerakan ini dapat menjangkau masyarakat luas yang barada di luar bangku sekolah.

Diakhir presentasinya, Ir. Ciputra berharap bahwa Universitas Gadjah Mada dapat mewarisi semangat juang Gadjah Mada dengan menjadikan universitas Gadjah Mada sebagai centre of excellenge and entrepreneurship. Menurut Direktur Sekolah Pascasarjana UGM, Prof. Dr. Irwan Abdullah, untuk menciptakan UGM sebagai centre of excellenge and entrepreneurship, maka UGM saat ini sedang bekerjasama dengan yayasan Ciputra Entreprenir, menggodok kurikulum entrepreneurship yang akan diajarkan di UGM.